Kamis, 12 Februari 2015

Wisata Goa Cemara Jogja




Liburan semester telah tiba. Aku dan teman-teman memilih jogja sebagai tujuan pertama untuk memulai liburan kami. Setelah praktik selama 1 bulan di rumah sakit dan nggak bias jalan-jalan itu rasanya greget banget. Sore itu setelah perpisahan akhirnya kami bersiap-siap dan mengumpulkan barang di ruang utama supaya memudahkan untuk diangkut ke Semarang besoknya. Kami memulai perjalanan dan diiringi hujan sepanjang perjalanan, kami akhirnya bermalam di Sleman karena hari sudah petang dan jalanan sangat macet dari Temanggung-Sleman.
Pagi harinya kami melanjutkan perjalanan menuju Bantul, jalanan masih lengang dan udaranya sangat sejuk karena semalaman hujan deras mengguyur. Akhirnya kami sampai di rumah teman kami, setelah meletakkan barang akhirnya kami memulai perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kalau kalian di bantul sebenarnya banyak banget pilihan wisata untuk dikunjungi tetapi harus menginap.
Setelah menempuh perjalanan 15 menit akhirnya kami sampai di gapura masuk Pantai Goa Cemara. Kebetulan saat itu sedang ada acara sepeda santai dari kementrian agama wilayah bantul sehingga cukup ramai. Setelah memarkir motor saya meminjam jaket teman karena jaket yang saya pakai terlalu tebal.
Saya hanya melihat pohon--entah apa namanya—disepanjang bibir pantai. Setelah melewati pepohonan akhirnya kami melihat pantainya, meskipun pasirnya hitam tetapi itu yang menjadi daya tarik. Indonesia sekali dan eksotis. Sayap kiri pantai banyak digunakan untuk memancing sedangkan di sebelah kanan pantai banyak terdpat perahu nelayan yang menepi. Kami bermain air sambil bercana dan sesekali berfoto bersama untuk mengabadikan moment. Namun, tidak diperkenankan berenang Karena gelombang air sedang tinggi.
Hari agak siang dan kami memutuskan menuju malioboro yang katanya surganya belanja—nggak ke jogja kalo nggak ke malioboro—soalnya malioboro jadi salah satu tujuan wisatawan baik domestic maupun mancanegara. Malioboro merupakan jalanan yang di penuhi penjual dari aksesoris, baju hingga makanan oleh-oleh khas jogja yaitu getuk. Setelah memilih baju dengan tulisan “Jogja” seharga 60rb untuk lengan panjang—nawarnya penuh perjuangan. Kami memutuskan ke mirota batik, pusatnya batik dengan harga terjangkau dan nggak usah nawar karena harganya juga nggak dimahalin.
Seragam baju batik ternyata tidak semudah yang kami fikirkan karena jumlah dan sizenya agak susah. Setelah mendapatkan batik yang cocok akhirnya  saya menunggu teman saya yang lain karena kami terpisah. Saya teringat pada ibu akhirnya saya membeli satu daster—dress dengan harga sangat murah 35rb tanpa menawar akhirnya saya membayarnya. Setelah itu kami menuju mall malioboro untuk melepas lelah dan membeli minuman. Kami melanjutkan perjalanan pulang menuju bantul kemudian menuju Semarang.

Kamis, 05 Juni 2014

Sebelum 18 beganti

Pajanan dunia digital membuat saya menjadi sedikit melupakan tulisan. Banyak hal yang akhirnya tidak tersampaikan pada waktunya. Banyak hal yang akhirnya saya putuskan untuk saya simpan pada draf di laptop saya hingga menumpuk.
Saya tidak ingin membenarkan diri lagi untuk melewatkan moment berharga sebelum usia saya bertambah. Malam ini saya ingin membuat ruh tulisannya kembali, kembali bergeliat sebelum beku, sebelum saya menutupkan pintu gerbang untuk tidak lagi membuat kesempatan saya menyampaikan kejadian luar biasa di usia 18 tahun saya.
Menunggu bukanlah suatu hal tidak mudah, hanya saja saya perlu tahu kapan menunggu ini akan diakhiri. Bahkan sebuah tawaran untuk memperbaiki hubungan diantara dua insane yang sedang memilih untuk meneruskan jalannya tanpa sapa tetapi saling tahu arah mana yang sedang di tujunya membuat saya percaya untuk tetap bergeming. Tidak ada yang sedang menaruh rindu untuk diungkapkan
Doa dari bilik meja perpustakaan kampus untuk dia yang sedang belajar pula. Saya tidak pernah berfikir apakah doa itu segera terkabul, bagi saya dia yang masih berdiri, penuh ketegasan pada masa depannya merupakan jawaban Allah.
Bulan Juni penuh keberkahan. Perempuan bermanik salib yang sering saya doakan telah memakai hijab. Do’a yang saya munajatkan dengan ikhlas sampai di hatinya, digetarkan Allah untuk hambanya. Saya menemuinya lusa, wajahnya bersinar, meskipun saya tahun penuh luka yang sedang rapat-rapat dia simpan. Tidak ada yang lebih indah ketika dia mengatakan sedang belajar, mempelajari apa yang saya pelajari, sedang mencoba-coba, mencoba hal yang sedang saya coba, dan memantapkan prinsip yang juga saya anut. Sebuah harmoni yang menentramkan. Saya lupa bisa saja ada puisi yang tercipta, tetapi tidak, ini ibarat puisi tanpa rima, puisi tanpa nada. Puisi tanpa diksi. Namun, melenakan dan mampu dinikmati.
Hal yang masih membuat saya tidak percaya adalah draf mimpi saya mulai berkurang satu persatu. Campur tangan teman-teman yang setiap membantu saya untuk tetap meyakinkan saya. Naik gunung untuk pertama kalinya. Atap bertabur bintang dan menggambar bintang pari dan biduk pada satu waktu. Terimakasih telah menjadi bagian dalam perjalanan mengesankan sebelum usiaku bertambah. Sebelum janji yang lain mennanti untuk segera dipenuhi.

Janji untuk membuat dia segera kembali pada tawarannya. Menjadi bagian dalam do’a-do’a yang selalu terpanjat

Sebelum 18tahun berganti

Pajanan dunia digital membuat saya menjadi sedikit melupakan tulisan. Banyak hal yang akhirnya tidak tersampaikan pada waktunya. Banyak hal yang akhirnya saya putuskan untuk saya simpan pada draf di laptop saya hingga menumpuk.
Saya tidak ingin membenarkan diri lagi untuk melewatkan moment berharga sebelum usia saya bertambah. Malam ini saya ingin membuat ruh tulisannya kembali, kembali bergeliat sebelum beku, sebelum saya menutupkan pintu gerbang untuk tidak lagi membuat kesempatan saya menyampaikan kejadian luar biasa di usia 18 tahun saya.
Menunggu bukanlah suatu hal tidak mudah, hanya saja saya perlu tahu kapan menunggu ini akan diakhiri. Bahkan sebuah tawaran untuk memperbaiki hubungan diantara dua insane yang sedang memilih untuk meneruskan jalannya tanpa sapa tetapi saling tahu arah mana yang sedang di tujunya membuat saya percaya untuk tetap bergeming. Tidak ada yang sedang menaruh rindu untuk diungkapkan
Doa dari bilik meja perpustakaan kampus untuk dia yang sedang belajar pula. Saya tidak pernah berfikir apakah doa itu segera terkabul, bagi saya dia yang masih berdiri, penuh ketegasan pada masa depannya merupakan jawaban Allah.
Bulan Juni penuh keberkahan. Perempuan bermanik salib yang sering saya doakan telah memakai hijab. Do’a yang saya munajatkan dengan ikhlas sampai di hatinya, digetarkan Allah untuk hambanya. Saya menemuinya lusa, wajahnya bersinar, meskipun saya tahun penuh luka yang sedang rapat-rapat dia simpan. Tidak ada yang lebih indah ketika dia mengatakan sedang belajar, mempelajari apa yang saya pelajari, sedang mencoba-coba, mencoba hal yang sedang saya coba, dan memantapkan prinsip yang juga saya anut. Sebuah harmoni yang menentramkan. Saya lupa bisa saja ada puisi yang tercipta, tetapi tidak, ini ibarat puisi tanpa rima, puisi tanpa nada. Puisi tanpa diksi. Namun, melenakan dan mampu dinikmati.
Hal yang masih membuat saya tidak percaya adalah draf mimpi saya mulai berkurang satu persatu. Campur tangan teman-teman yang setiap membantu saya untuk tetap meyakinkan saya. Naik gunung untuk pertama kalinya. Atap bertabur bintang dan menggambar bintang pari dan biduk pada satu waktu. Terimakasih telah menjadi bagian dalam perjalanan mengesankan sebelum usiaku bertambah. Sebelum janji yang lain mennanti untuk segera dipenuhi.

Janji untuk membuat dia segera kembali pada tawarannya. Menjadi bagian dalam do’a-do’a yang selalu terpanjat

Jumat, 28 Maret 2014

(Tidak) Semua menyukai karyamu


Orang di tempat ini sepertinya sedang terhipnotis. Hipnotis yang kemudian menyebar seperti virus yang tak mampu dicegah. Dia yang berjalan dengan cekikikan pun sedang mengayunkan sebuah novel dengan judul yang sedang menjadi virus. Lain lagi dengan ia yang jelas-jelas aku tahu sangat malas membaca novel, butuh banyak waktu katanya pun merayu untuk dipinjami. Orang-orang mulai latah untuk mengagumi sosok penulis buku ini. 
Suatu ketika kawanku bertanya. “Kamu suka buku ini?” dengan tak acuh ku jawab “Ya. Tetapi tidak terlalu, aku punya selera sendiri”. Dia tampak tersentak mendengar ucapanku. Aku memang kurang menyukai gaya penuturan penulis yang dia maksud. Jelas ku katakan pada kawanku itu supaya tak memaksakan diri bahwa aku pura-pura terhipnotis juga.
Aku pernah membaca karyanya. Tetapi tidak sampai pada halaman ke lima aku sudah menutupnya. Enathlah, hal apa yang membuatku bersikap demikian. Gaya penuturan yang digunakannya pun tidak jauh berbeda dengan penulis favoritku. Hanya saja, tidak ada yang bisa aku hadirkan untuk membuat sebuah makna dari karyanya. Rasa, barangkali itu tidak aku jumpai dalam karya penulis itu.
Dalam sebuah tulisan bagus perlu rasa. Menulis bukan sekedar huruf yang dirangkai berjajar kemudian meliukkan majas. Menulis butuh seni, menulis butuh banyak memahami. Memahami pun tidak sekedar satu dua karya kemudian ketika kau menulis memaksa orang lain menyukainya. Kau tahu mengapa aku tidak larut hipnotis itu? karena aku punya pemahaman dan rasa tersendiri. 
Aku memang tidak pandai menulis. Aku masih belajar, belajar dari hal sederhana. Itu sebabnya aku mulai membaca banyak buku dengan berbeda gaya penuturan, alur maupun genrenya. Tidak masalah bagiku, dengan begitu aku lebih mudah memahami diriku. Apa yang aku suka dan apa yang aku mau kembangkan.
Di koridor kau sempat bergaung bahwa aku juga ingin seperti dia (baca: penulis). Bahkan aku sudah mulai membuatnya dari sekarang. Aku yang berjarak 3 meter dari tempatmu berdiri hanya bisa mengerjap dan kemudian memulih diam. 
Kalau menulis hanya sekedar meliukkan kata tanpa memperhatikan makna dan keteraturan apa bisa ku sebut karya yang bagus? Jangan paksa aku memujimu. Terlalu sederhana bukan berarti menghilangkan makna, kata yang sulit dipahami bukan berarti karyamu bagus. 
Aku tidak meremehkan kemampuan siapapun, tetapi aku butuh waktu dan karya untuk meyakinkanku. Aku berbaik sangka, aku tidak ingin membuatmu kecewa lantaran aku bukan barisan orang yang memujimu.
Aku berharap mereka juga mengenal Sapardi, N.H Dini, Buya Hamka, yangberjaya pada zamannya pun zaman sekarang. Aku bukan fanatik, aku hanya pembaca biasa. Penikmat sebuah goresan pena yang melegenda. Besar harapanku bahwa kamu mau belajar, bukan sekedar latah waktu mencipta karya.

Senin, 03 Februari 2014

Meninggalkan kisah musim kemarau



Melihatmu di gubug tua sewindu yang lalu membuatku rindu
Bolehkah aku kembali menjamah hatimu
Katanya sudah beku karena terlalu lama dibiarkan
Katanya sudah banyak lebah karena lama tak dibersihkan
Ah katamu terlalu pahit untuk diingat
Tapi aku masih rindu...
Aku masih mengingat wajahmu dengan jelas
Mendengar suaramu dengan nyaring
Menangkap sosokmu dengan wajah berbinar
Ah, bayangan...
Nyatanya kau tidak pernah kembali duduk disana
Tidak lagi mencoba untuk menunggu
Ada yang sudah cair dari kebekuanmu
Ada yang sudah bersih di labirin yang penuh lebah
Atau bahkan ada yang sudah pergi dari rasa yang katamu abadi
Tanpa sepatah kata, kau sudah memilih
Berjalan
Menjauh
Menebus rasamu yang dulu pahit dengan yang manis
Dengan dia
Yang lain lagi bukan aku
Berjalanlah, jangan berlari
Aku tidak sanggup mengejarmu
Sisa kepingan ini tak mampu ku tunjukkan padamu lagi
Kau memilih menutup matamu ketika aku datang
Kau bilang aku yang harus pergi
Saat aku yang pergi, kau bilang aku tak setia meunggu
Menunggu sampai kemarau usai
Padahal kau tahu, musim itu tak akan ada lagi kemarau
Karena aku berjanji menghilangkan sakitnya musim kemarau
Ah, kau tak lagi sama 
 gambar pinjam dari sini

Penulis: Nurul Hidayati

Kamis, 16 Januari 2014

Toko OEN yang melegenda


Aku kali ini akan berbagi cerita tentang pengalamanku beberapa waktu yang lalu. Seminggu sebelum kuliah aku memilih kembali ke Semarang untuk sedikit mengakrabkan diri, sudah enam bulan kuliah di salah satu ibu kota Provinsi di Indonesia tetapi belum pernah sekalipun aku mengunjungi tempat yang katanya menarik untuk dikunjungi.

Petualanganku pagi ini yaitu mencari Toko Oen yang berada di Jl.Pemuda no 52. aku rela mati-matian mencarinya hanya karena membaca blog salah seorang yang memuat wisa kuliner wajib di Kota Semarang ini, aku melangkahkan kaki dari kampus di Tembalang menuju patung kuda lalu menaiki bus Damri jurusan Tugu Muda, misalkan kalian dari arah Solo kalian bisa turun di Suku(terminal bayangan) lalu menaiki bus Damrin dengan membayar Rp 3000 lalu turun di Tugu Muda. Berhubung aku tidak pernah jelajah semarang, melihat Lawang Sewu di seberang Tugu Muda pun baru kali ini, mengingat tujuan utamaku ke Toko Oen akhirnya aku memutuskan memakai jasa tukang ojek untuk mengantarkanku ke Toko Oen, setelah tawar menawar akhirnya kami sepakat di harga Rp 10.000 entah itu mahal atau murah soalnya kalau memakai jasa Taksipun paling tidak Rp 15.000 dari Tugu Muda kami menyusuri jalan di seberang Lawang Sewu hingga akhirnya si bapak tukang ojeknya bertanya “Toko Oen itu restoran kan mbak? Di Jalan Pemuda?” aku sebenarnya sedikit ragu tetapi berbekal membaca di blog itu akhirnya aku meng-iyakan. 

Toko Oen berada di seberang jalan dan terlihat jelas dengan huruf TOKO OEN di atas bangunan itu. Setelah turun dan mengulurkan uang Rp 10.000an bapak tukang ojeknya kembali bertanya “Apa saya tunggu mbak?” “Oh, tidak pak. Minta nomor hp bapak saja nanti kalau butuh saya hubungi” sejenak bapaknya mengeja nomor hpnya lalu aku memasuki dengan sedikit gugup benar saja baru pertama kali jelajah Semarang sendirianpula. Seorang pelayan mendekat lalu memberikan daftar menu makanan aku memesan satu tutti fruit dan . masih agak sepi sih,tetapi beberapa menit kemudian terlihat hilir mudik beberapa bapak-ibuk—tepatnya sih kakek nenek—yang memilih beberapa kue untuk dibawa pulang. 

Nah ini dia pesananku>>
Rasanya coklat yang manisnya, ada potongan buahnya juga. Enak poolll
Diambil disini


Lalu di susul>>

Diambil disini
Yang ini rasanya mirip srabi yang bentuknya bulat-bulat lalu ditaburi keju. Saran aja sih, kalau makan ini sendirian pastikan sebelumnya tidak makan berat soalnya aku hampir nggak habis tetapi sayang dong rasanya enak banget kok masih panas lagi kayaknya baru dibuat pas kita pesan. Suasana tempo dulunya berasa banget, dari model bangunan, suasana di dalamnya juga nyaman buat menenangkan fikiran yang sumpek. Nah ternyata Toko Oen itu berdiri sejak 1936. Setelah kenyang dan membayarnya di kasir aku meninggalkan tempat itu dengan berat—adem,tempo dulu, nyaman pokoknya. 

Setelah itu aku menaiki angkot menuju Java Mall karena ingin membeli beberapa buku di Gramedia dan tentunya memburu novel diskonnya. Actually setelah mendapat 4 novel yang menurutku oke nih akhirnya pulang dengan selamat menaiki angkot jurusan Banyumanik dengan membayar Rp 3000 saja. Rencana ke pasar Smawis berburu es congklik ditunda dulu, soalnya budget pelajar menyedihkan. hehe

LKMM Dasar FK UNDIP 2013


Hallo pagi. Lama nggak ngisi nih blog dengan tulisan sendiri rasanya itu nggak enak. Nah, pagi ini gue membawakan sebuah cerita gue menjalani LKMM Dasar. Apa sih LKMM Dasar? LKMM Dasar itu kepanjangan dari Latihan Ketrampilan Manajemen Mahasiswa tingkat Dasar yaitu pada tingkat Fakultas. Buat yang udah kuliah pasti tau deh, :D
Seleksi yang cukup panjang ternyata harus melewati pengumpulan berkas kemudian wawancara. Benar saja saat pengumuman di blog LKMM D FK Undip yang diterima 80 orang dari 200an pendaftar berbagai fakultas. Meskipun dengan biaya paling mahal yaitu 200rb tetapi tak menyurutkan minat para pendaftar untuk mengikuti LKMM di FK. Alhamdulillahnya di antara nama-nama itu ada nama gue.
Preface 1 kali pada tanggal 13 April 2013. Ketika registrasi kami di bagi ke dalam kelompok baru, benar-benar baru akhirnya gue di pertemukan dengan lisa dan kak inaya (teman satu jurusan), tae /tiara, radiyan, kak indra, risky, ius /yustina, dhani dan shofy, kami berbeda jurusan baik gizi, kedokteran umum maupun biologi dan gue sendiri keperawatan. Kemudian di berikan beberapa penugasan selama satu bulan.
Moment fundrising bersama di simpanglima Semarang>>




Networking dengan BEM FSM undip


Kemudian Social project di SD N Kramas
Setelah menyelesaikan penugasan maka tibalah hari puncak. Kami menginap di BLKI (Balai Latihan Kerja Industri) Semarang. Acara puncak kali ini sangat berkesan kenapa? Ya, pembicara yang di hadirkan sangat keren, bukan wajah loh ya tapi materi yang dibawakan. Berfikir sederhana—Faldo Maldini, pendampingan dalam organisasi—Ari Prasetyo serta pmanagement aksi—Joni Firmansyah, media--Syailendra. Rasanya sih biasa aja pas pembicara menyampaikan tapi ketika di refleksikan ternyata keadaan memang seperti itu.
Teman teman yang hangat membuat suasana semakin nyaman dan tak terasa sudah di penghujung acara di tutup dengan pensi dari LKMM D FK Undip 2013. Nah habis pensi diajak renungan sama kak Toro sambil nyanyi lagu “Satu”. Berhubung gue nggak tau ternyata itu bukan ciptaan pribadi gue terpesona sama lagunya,tapi ternyata itu bukan ciptaan pribadi dan yang terjebak ngira itu lagu buatannya kak Toro bukan gue aja tapi beberapa teman juga ngira yang sama than ada Aji ngepost di grup ternyata itu langunya Slank. J
Teman teman keren. Gabungan dari ( FK, FSM, dan FT) Undip jaya!!!