Kamis, 05 Juni 2014

Sebelum 18 beganti

Pajanan dunia digital membuat saya menjadi sedikit melupakan tulisan. Banyak hal yang akhirnya tidak tersampaikan pada waktunya. Banyak hal yang akhirnya saya putuskan untuk saya simpan pada draf di laptop saya hingga menumpuk.
Saya tidak ingin membenarkan diri lagi untuk melewatkan moment berharga sebelum usia saya bertambah. Malam ini saya ingin membuat ruh tulisannya kembali, kembali bergeliat sebelum beku, sebelum saya menutupkan pintu gerbang untuk tidak lagi membuat kesempatan saya menyampaikan kejadian luar biasa di usia 18 tahun saya.
Menunggu bukanlah suatu hal tidak mudah, hanya saja saya perlu tahu kapan menunggu ini akan diakhiri. Bahkan sebuah tawaran untuk memperbaiki hubungan diantara dua insane yang sedang memilih untuk meneruskan jalannya tanpa sapa tetapi saling tahu arah mana yang sedang di tujunya membuat saya percaya untuk tetap bergeming. Tidak ada yang sedang menaruh rindu untuk diungkapkan
Doa dari bilik meja perpustakaan kampus untuk dia yang sedang belajar pula. Saya tidak pernah berfikir apakah doa itu segera terkabul, bagi saya dia yang masih berdiri, penuh ketegasan pada masa depannya merupakan jawaban Allah.
Bulan Juni penuh keberkahan. Perempuan bermanik salib yang sering saya doakan telah memakai hijab. Do’a yang saya munajatkan dengan ikhlas sampai di hatinya, digetarkan Allah untuk hambanya. Saya menemuinya lusa, wajahnya bersinar, meskipun saya tahun penuh luka yang sedang rapat-rapat dia simpan. Tidak ada yang lebih indah ketika dia mengatakan sedang belajar, mempelajari apa yang saya pelajari, sedang mencoba-coba, mencoba hal yang sedang saya coba, dan memantapkan prinsip yang juga saya anut. Sebuah harmoni yang menentramkan. Saya lupa bisa saja ada puisi yang tercipta, tetapi tidak, ini ibarat puisi tanpa rima, puisi tanpa nada. Puisi tanpa diksi. Namun, melenakan dan mampu dinikmati.
Hal yang masih membuat saya tidak percaya adalah draf mimpi saya mulai berkurang satu persatu. Campur tangan teman-teman yang setiap membantu saya untuk tetap meyakinkan saya. Naik gunung untuk pertama kalinya. Atap bertabur bintang dan menggambar bintang pari dan biduk pada satu waktu. Terimakasih telah menjadi bagian dalam perjalanan mengesankan sebelum usiaku bertambah. Sebelum janji yang lain mennanti untuk segera dipenuhi.

Janji untuk membuat dia segera kembali pada tawarannya. Menjadi bagian dalam do’a-do’a yang selalu terpanjat

Sebelum 18tahun berganti

Pajanan dunia digital membuat saya menjadi sedikit melupakan tulisan. Banyak hal yang akhirnya tidak tersampaikan pada waktunya. Banyak hal yang akhirnya saya putuskan untuk saya simpan pada draf di laptop saya hingga menumpuk.
Saya tidak ingin membenarkan diri lagi untuk melewatkan moment berharga sebelum usia saya bertambah. Malam ini saya ingin membuat ruh tulisannya kembali, kembali bergeliat sebelum beku, sebelum saya menutupkan pintu gerbang untuk tidak lagi membuat kesempatan saya menyampaikan kejadian luar biasa di usia 18 tahun saya.
Menunggu bukanlah suatu hal tidak mudah, hanya saja saya perlu tahu kapan menunggu ini akan diakhiri. Bahkan sebuah tawaran untuk memperbaiki hubungan diantara dua insane yang sedang memilih untuk meneruskan jalannya tanpa sapa tetapi saling tahu arah mana yang sedang di tujunya membuat saya percaya untuk tetap bergeming. Tidak ada yang sedang menaruh rindu untuk diungkapkan
Doa dari bilik meja perpustakaan kampus untuk dia yang sedang belajar pula. Saya tidak pernah berfikir apakah doa itu segera terkabul, bagi saya dia yang masih berdiri, penuh ketegasan pada masa depannya merupakan jawaban Allah.
Bulan Juni penuh keberkahan. Perempuan bermanik salib yang sering saya doakan telah memakai hijab. Do’a yang saya munajatkan dengan ikhlas sampai di hatinya, digetarkan Allah untuk hambanya. Saya menemuinya lusa, wajahnya bersinar, meskipun saya tahun penuh luka yang sedang rapat-rapat dia simpan. Tidak ada yang lebih indah ketika dia mengatakan sedang belajar, mempelajari apa yang saya pelajari, sedang mencoba-coba, mencoba hal yang sedang saya coba, dan memantapkan prinsip yang juga saya anut. Sebuah harmoni yang menentramkan. Saya lupa bisa saja ada puisi yang tercipta, tetapi tidak, ini ibarat puisi tanpa rima, puisi tanpa nada. Puisi tanpa diksi. Namun, melenakan dan mampu dinikmati.
Hal yang masih membuat saya tidak percaya adalah draf mimpi saya mulai berkurang satu persatu. Campur tangan teman-teman yang setiap membantu saya untuk tetap meyakinkan saya. Naik gunung untuk pertama kalinya. Atap bertabur bintang dan menggambar bintang pari dan biduk pada satu waktu. Terimakasih telah menjadi bagian dalam perjalanan mengesankan sebelum usiaku bertambah. Sebelum janji yang lain mennanti untuk segera dipenuhi.

Janji untuk membuat dia segera kembali pada tawarannya. Menjadi bagian dalam do’a-do’a yang selalu terpanjat